“Ayo…
masa berani rafting nggak berani river tubing?”
Memang dasar si Odren, temanku sekantor ini. Dia tahu betul aku paling tidak
suka ditantang. Bukan karena takut, tapi karena aku paling susah menolak
tantangan yang kuanggap menarik. Sejak aku pulang dari acara rafting di Noars, Probolinggo, bulan
Pebruari kemarin, dia sudah memanas-manasiku dengan ceritanya mengikuti river tubing yang menurutnya, “lebih
sensasional.” Dia sendiri sudah mencicipi olahraga ekstrem yang satu ini
bersama teman-temannya di Sedaer, walaupun tidak sampai garis finish karena air
sungai meluap dan pengelola tidak berani ambil resiko meneruskan perjalanan.
Wow.
Just… wow.
Okay.
Jangan
bayangkan aku ini semacam Ninja Hattori yang rela “mendaki gunung lewati
lembah, sungai mengalir indah ke samudra, bersama teman bertualang.” Seumur hidup
aku ini anak rumahan yang pendiam dan pemalu. Pergi beramai-ramai ke suatu tempat
bisa bikin aku mati kutu dan mati gaya.
Lalu,
kenapa sekarang mau?
Ya gara-gara
rafting itulah. Aku sudah lama
menyadari bahwa aku suka sekali main air, dan aku sudah rindu main air lagi
dengan sentuhan ngeri-ngeri sedap. Kerinduan ini mengalahkan keenggananku untuk
bepergian bersama banyak orang.
Rafting jauh,
river tubing dekat, ya sudah river tubing sajalah.
Akhirnya
rencana disusun. River tubing
direncanakan bulan Maret waktu weekend.
Odren menghubungi teman-temannya yang berminat. Aku mengontak Juno,
menyesuaikan jadwal dengan anak lanangku itu, agar dia bisa menemani ibunya ini
main air.
Rencana
nyaris batal karena Maret ternyata bulan padat-merayap. Bahkan akhir minggu pun
kami sibuk. Tanggal 24 Maret aku dan Odren memastikan bahwa river tubing harus jadi dilaksanakan pada
tanggal 28 supaya tidak omdo (omong doang) dan sekedar jadi wacana
tanpa realisasi. Bagiku, agak belepotan juga mengaturnya karena sampai tanggal
26 Maret, Juno masih di luar kota, dan aku agak segan berangkat tanpa dia
mengingat naga-naganya, hanya aku peserta perempuan.
Alhamdulillah,
pas hari H, Juno bisa berangkat. Maka berangkatlah kami berdua dari rumah
menuju titik pertemuan di daerah Tumpang. Benar dugaanku begitu bertemu anggota
rombongan yang lain. Aku satu-satunya peserta perempuan. Para lelaki itu adalah
teman-teman kuliah Odren di Universitas Wisnuwardhana.
Dari
Tumpang, kami menuju Desa Gubuk Klakah. Perjalanan dari Malang sekitar 25
kilometer terasa nyaman karena jalanan relatif lancar. Apalagi makin mendekati
Desa Gubuk Klakah, pemandangan menjadi makin indah. Pegunungan biru berbaris di
kejauhan, sementara di kiri-kanan jalan berseling-seling pemandangan sawah ladang
dan pepohonan menyejukkan mata. Angin segar bertiup lewat jendela mobil yang
terbuka. Sejuknya membuat betah.
Memasuki
Desa Wringinanom, kami belok kanan melewati gapura bertuliskan “Dusun Besuki”. Di
samping gapura terdapat arah penunjuk menuju Ledok Amprong, namun tak terlalu
jelas sehingga mudah terlewat.
Gapura Dusun Besuki
Kami
mengikuti jalan yang ada, hingga jalan aspal habis berganti jalan tanah yang
hanya cukup dilalui satu kendaraan roda empat. Bisa runyam kalau berpapasan,
karena sebelah kiri dibatasi selokan dalam, sedangkan sebelah kanan, tanah menurun
tajam.
Hingga
di satu titik menjelang turunan tajam, aku memutuskan untuk menghentikan mobil
karena tidak mungkin meneruskan perjalanan. Medan jalan tidak cocok untuk city car seperti milikku, namun motor
maupun jeep atau kendaraan gerak 4 roda masih bisa lewat.
Akhirnya
setelah menitipkan kendaraan di pekarangan rumah penduduk, aku melanjutkan
perjalanan berjalan kaki bersama Juno, Odren, dan seorang anggota tim yang lain.
Jalanan tanah dan berbatu. Untung semalam tidak turun hujan sehingga tidak
licin. Perjalanan hampir 2 kilometer tidak terlalu terasa karena jalan menurun
dan pemandangan hutan pinus yang kami lewati membuat rasa lelah hilang.
Ayo, ke sana bareng-bareng!
Belum jam 9 pagi ketika kami tiba di basecamp. Base camp river tubing berupa sebuah
hamparan terbuka tepi sungai, dibatasi oleh tebing dan sungai Amprong. Di sini
ada gazebo, lahan parkir, warung, kamar mandi dan tempat perlengkapan river tubing. Suasana cukup sepi,
mungkin karena hari masih pagi. Tampaknya rombongan kami adalah rombongan
pertama yang datang.
Basecamp
Setelah mengenakan rompi dan helm, kami dikumpulkan oleh pemandu untuk diberi pengarahan. Aturan main river tubing ada 5: (i) tubuh diletakkan tepat di tengah tube/ban, (ii) tubuh tidak dalam posisi tidur, tetapi duduk, (iii) tangan ada di atas tube/ban agar terhindar dari batu, (iv) bila jatuh, berusaha berdiri di dasar sungai, tidak perlu mengejar ban, (v) usahakan duduk jangan membelakangi arus.
Pemandu
sempat memintaku melepas kacamata karena khawatir hilang bila aku terjatuh di
air. Namun pengalaman rafting
mengajarkanku untuk mengikat kacamata dengan karet sehingga tidak terlepas dari
kepala. Jadilah aku tetap berkacamata selama mengarungi Sungai Amprong.
Setelah
briefing, kami membawa sendiri tube/ban yang akan kami gunakan
menuju titik start. Kalau tidak salah, ada 3 pilihan rute. Rute panjang, rute
menengah, rute pendek. Rombongan kami memilih rute menengah, dengan jarak 1.500
meter dan estimasi perjalanan 60 menit. Perjalanan mendaki menuju titik start
cukup membuat ngos-ngosan karena tube/ban
lumayan berat.
Walaupun
tidak seberat menanggung rinduku padamu sih… (abaikan, please abaikan…).
Menuju titik start harus lewat jembatan itu dulu
Sungai Amprong
Benar
kata pemandu. Kedalaman air sungai hanya sepaha orang dewasa, sekitar 50-100
cm. Dinginnya air sungai bikin aku sulit menahan diri untuk tidak kalap. Arus relatif
deras, namun tidak menakutkan. Asek, asek, aseeeeekkkk…
Aku
adalah peserta terakhir yang diberangkatkan oleh pemandu. Entah kenapa. Tapi tak
masalah bagiku karena aku jadi bisa lebih lama main air di tepian sungai. Huaaaa…
asek, asek, aseeeeekkk…
Dengan
penuh semangat aku duduk di atas ban, lalu mulai bergerak mengikuti arus
sungai. Kurang dari sepuluh meter di depan ada jeram kecil. Aku melewati jeram
itu. Tiba-tiba langit biru terbuka di hadapanku, lalu sekejap dunia berwarna
coklat sepenuhnya dengan suara gemuruh yang memekakkan telinga.
Yap.
Banku terbalik. Aku tenggelam. Dan ini baru sepuluh meter pertama.
Aku
berusaha berdiri seperti arahan waktu briefing
tadi. Tapi berdiri bukanlah perkara mudah. Dasar sungai yang licin dan arus deras
membuat keseimbanganku goyah. Seorang pemandu yang tadi membantuku berangkat
buru-buru mengulurkan tangannya padaku. Susah-payah aku berdiri.
Deg-degan?
Iya.
Tapi
adrenalin menyembur kuat sehingga aku nyengir saja ketika si pemandu bertanya
apakah aku baik-baik saja.
Wow.
Sungai Amprong mengucapkan selamat datang padaku.
Air
sungai menggelegak di sekitarku. Arus air tidak melulu lurus, seringkali
berpusar, sehingga tidak jarang posisi dudukku membelakangi arus. Ini posisi
rawan karena kita tidak bisa memprediksi ada hambatan apa di depan.
Benar
saja, dua ratus meter dari posisi terbalikku yang pertama, banku terbalik lagi.
Kali ini aku sudah lebih siap, dan segera mencari pijakan kaki untuk berdiri. Tetap
saja tidak mudah karena derasnya arus sungai.
Sepanjang
perjalanan, rombongan kami tidak terlepas dari dampingan pemandu. Bahkan di
jeram-jeram yang dianggap berbahaya, beberapa pemandu sudah siap sedia untuk “menangkap”
dan mengarahkan kami ke wilayah yang aman.
Namun
tetap saja keberadaan pemandu tidak menghalangiku untuk terbalik yang ketiga
kalinya. Kali ini banku terbalik di tempat yang tergolong berbahaya karena
tinggi jeram sekitar satu meter dengan batu-batu besar di sana-sini. Aku
berusaha berdiri, tapi kakiku tidak menemukan pijakan. Aku terpeleset beberapa
kali dan sempat terbawa arus. Seorang pemandu mati-matian berusaha menarikku ke
tepian sambil berteriak-teriak, “Jangan panik, Mbak! Jangan panik!”
“Aku
nggak panik, Mas! Sumprit aku nggak panik!” balasku.
Ini
sebenarnya siapa sih yang panik? batinku. Enggak jelas…
It's fun! Fun! Fun!
Rasanya
hanya aku anggota rombongan kami yang mengalami ban terbalik sampai 3 kali. Kalau
dipikir-pikir sekarang, mungkin seharusnya
waktu itu aku panik. Tapi aku tidak merasakan apa-apa selain kesenangan dan kegairahan
yang luar biasa. Jantung berdebar kencang, tapi bukan karena ketakutan, namun
karena antisipasi. Setiap jeram, setiap kelokan, setiap pusaran, menawarkan
kegembiraan yang bikin kecanduan.
Aku
tidak pernah naik roller-coaster dan
wahana permainan sejenis (jujur, aku juga tidak ingin naik), namun aku berani
bertaruh, main air seperti ini LEBIH menyenangkan.
Karena
itu, ketika tiba di titik finish, aku menyesal juga. Yaaa… kok udahan?
Finish!
Setelah
mandi di kamar mandi umum yang tersedia (airnya segaaarrr…), pihak pengelola
sudah menyediakan gorengan dan teh hangat. Makan siang sederhana dihidangkan
dalam kotak Styrofoam, terdiri dari
nasi, sepotong paha ayam goreng, mi goreng, dan oseng-oseng tempe.
Kesenangan
mengarungi sungai membuat kami yang baru saling kenal menjadi lebih cair. Mulai
ada obrolan ringan dan candaan yang dilontarkan sambil makan siang. Mulai ada
pembicaraan untuk menjajal nyali lagi di kemudian hari.
Namun
kami harus berpisah jalan. Odren dan rekan-rekannya hendak meneruskan langkah
ke Gunungsari Sunset, sementara aku dan Juno langsung pulang. Mereka sempat
mengajakku bergabung, namun bagiku, sudah cukup seharian itu aku “extroverting”. Saatnya recharge di rumah sebelum kembali ke
peradaban manusia lagi esoknya.
Ketika
kami beranjak, waktu belum lagi menunjukkan pukul 12 siang. Sebuah rombongan
berisi bapak-bapak berperawakan kekar baru saja turun dari kendaraan. Tampaknya
mereka juga akan menyusuri sungai, river
tubing seperti kami.
Selamat
berbasah-basah ya, Bapak-Bapak. Kalau terbalik, jangan panik!
.. kok sempat-sempatnya sih ngukur jarak tkp pertama terbalik dan tkp terbalik selanjutnya
BalasHapus.
.
next trip ..
.
tubing again .. in Dampit City
yo sempatlah...
Hapuskarena setiap momen terbalik itu feel-nya beda.
maen aer lagi?
hayooooookkkkk...
Waahhh klo mendengar tulisanmu mb sus......sepertinya ini tantangan 😜😜
BalasHapuslha ayo gabung, mbak...
Hapusjangan cuma wacana doang.
Waahhh klo mendengar tulisanmu mb sus......sepertinya ini tantangan 😜😜
BalasHapusinformasi dan cerita, membuat pingin kesana he he
BalasHapusmonggo, Pak...
Hapuscocok buat refreshing.
matur nuwun sudah mampir...
Seruuu ... :)
BalasHapusBaru nyobain river tubing yg d Sumber Maron. Seraaam. Mungkin lain kali klo udh ilang trauma nya, bisa kesini.
BalasHapusNice story Mbak ^_^