Jumat, 05 Oktober 2018

[IT'S MY LIFE] TENTANG REUNI ITU



Sejauh aku bisa mengingat, aku tak pernah nyaman berada di tengah orang banyak.



Jaman masih sekolah dulu, setiap hari rasanya benar-benar seperti living hell. Karena itu aku selalu harap-harap cemas menunggu jam pulang sekolah hari Sabtu, namun mulas hebat menjelang berangkat sekolah hari Senin pagi.  

Hingga kini aku tetap tidak nyaman bersosialisasi, sehingga tiap kali ada waktu luang, aku lebih suka mendekam di rumah. Dunia luar tak pernah nyaman bagiku.

Sifatku ini membuatku tak pernah punya banyak teman. Mereka berasal dari setiap jenjang pendidikan yang pernah kulalui namun awet hingga sekarang. Kami klop seperti colokan dengan steker. Beberapa bahkan sudah seperti saudara saking nyambungnya. Bersama mereka, aku tak pernah sekedar ngobrol. Selalu ada sesuatu yang baru yang aku pelajari dari mereka. Oh, tentu kami juga bercanda. Tapi yang kami tertawakan adalah diri sendiri. Pun ketika bergosip, kami menggosipkan diri sendiri.

Tentu bukan hidup yang fun di mata orang lain, namun ini hidupku, dan aku nyaman menjalaninya. 

Kenyamanan ini banyak terganggu dengan booming media sosial yang akhirnya mendorong lahirnya berbagai reuni. 

Oh, tentu saja aku tidak anti reuni. Ada kalanya aku bereuni dengan sahabat-sahabatku. Walaupun kami hanya bertemu sesempatnya, dan dengan media seadanya, kami tetap dekat seakan-akan tiap hari bersama. Jarak dan waktu seperti tidak ada artinya bagi kami. Pembicaraan kami tetap nyambung, seakan-akan kami baru bertemu muka kemarin.  

Yang jadi masalah bagiku adalah reuni dalam skala besar. Macam reuni keluarga besar, atau reuni angkatan di sekolah. Aku jadi harus beramah-tamah dengan orang-orang yang kukenal namun asing bagiku, atau dengan orang-orang yang memang sengaja tak ingin kutemui lagi. 

Aku sudah cukup banyak menghadiri sebuah reuni untuk menilai kualitas silaturahmi yang dihasilkannya. Karena itu rasanya sah bila kukatakan bahwa aku mendambakan reuni yang tidak terpeleset menjadi ajang berkumpulnya para VIP. Aku mendambakan reuni yang tidak terjebak kisah masa lalu yang lucu bagi sebagian orang, namun menyakitkan bagi sebagian yang lain. 

Aku mendambakan reuni di mana sepulangnya, aku bisa mendapatkan wawasan baru. 

Selama ini aku merasa cukup dengan reuni-reuni kecil nan sporadis antara aku dan sahabat-sahabatku itu. Kebersamaan dengan mereka memuaskanku.

Lalu sebuah status yang dikirim Rochlan Yoseph di Facebook dalam akun MitrekaSatata SMAN 1 Mlg 1993 tanggal 11 September 2018 membuka mataku. Di atas kumpulan foto yang dikirimnya, ia menulis “Reunion reveals friendship potential that haven't yet been emerged in the past”. 

Reuni mengungkap potensi persahabatan yang belum muncul di masa lalu.

Tulisan Rochlan memaksaku mengingat-ingat seperti apa aku dulu.

Ketika SMA, aku tidak pernah menjadi anak yang populer. Bukan aktivis.Tidak pernah menjadi yang paling pintar, atau paling kaya, atau paling jago olahraga, atau paling cantik. Aku bukan “magnet pertemanan” yang membuat orang lain ingin berteman denganku. Karenanya aku bergaul dengan anak-anak yang kuanggap “sedang-sedang saja” sepertiku. Anak-anak yang, menurut anggapanku, sama-sama mencari hubungan pertemanan yang hangat dan setara.

Aku yang sekarang pun rasanya juga belum keluar dari level “sedang-sedang saja” itu. Aku masih tidak populer. Bukan yang terpintar. Bukan yang terkaya. Bukan yang tersukses. Hidupku tak sempurna. Ditambah badan yang sudah melar tak keruan sehingga aku makin jauh dari standar cantik.

Status Rochland Yoseph membuatku berpikir, jangan-jangan di luar dunia kecilku ini ada juga orang-orang dengan keinginan yang sama denganku. Orang-orang yang dulu, ketika SMA, seharusnya bisa menjadi teman yang baik, namun belum menemukan jalan pertemanan itu. Orang-orang yang sama sepertiku, sudah lelah dengan semua omong kosong, dan mulai mencari sebuah interaksi yang memperkaya hati dan pikiran.

Sebuah interaksi yang, mungkin, bisa jadi, lahir dari sebuah reuni. 

Jadi, kali ini, kubuka lebar-lebar hatiku untuk kemungkinan itu. 

Semoga harapanku tak sia-sia.

Bagaimana dengan Anda, siapkah membuka peluang lahirnya persahabatan baru yang dulu tak terpikirkan?

Kalau begitu, sampai bertemu di SMA Negeri 1 tanggal 23 Desember 2018 nanti.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar