Minggu, 07 Mei 2023

(IT'S MY LIFE) ORANJEBUURT, HUNIAN EMAS DI TENGAH KOTA MALANG

 


 (foto koleksi Penulis)

Halo, halo, meneer en mevrouw, tuan dan nyonya, bapak dan ibu…

 

Selamat datang di Oranjebuurt, hunian berkelas di Kota Malang. Hunian ini jaminan mutu sejak 1917. Bisa dicek di Gemeente Malang. Mereka yang punya gawe membikin Bouwplan 1, lokasi di mana hunian ini berada.

 

Di lokasi elit ini Anda bisa tinggal berdampingan dengan Pangeran dan Putri sepuh dari Negeri Belanda. Wilhelmina, Juliana, Emma, Willem, Maurits, dan Sophia.

 

Walaupun yah… karena keburu ganti status menjadi almarhum dan almarhumah, mereka batal pindah ke Malang dan hanya meminjamkan namanya sebagai nama jalan. Wilhelmina straat (sekarang Jl. Dr Cipto), Juliana straat (sekarang Jl. RA Kartini), Emma straat (sekarang Jl. dr Sutomo), Willem straat (sekarang Jl. Diponegoro), Maurits straat (sekarang Jl. MH Thamrin), dan Sophia straat (sekarang Jl. Cokroaminoto).

 

Hei, hei, hei, jangan kuatir… Walaupun batal bertetangga dengan sosialita Walanda, Oranjebuurt tetap menjadi lokasi andalan.

 

Ini lokasi palugada. Apa lu minta gua ada.

 

Sekolah? Ada.

 

Hotel? Ada.

 

Pasar? Ada.

 

Stasiun kereta? Dekat.

 

Aman, karena dekat dengan pusat militer di Rampal. Bisa cuci mata pula, sore-sore menonton mas-mas tentara glowing karena keringatan habis olahraga.

 

Ehem… mari kita lanjutkan.

 

Bagi meneer en mevrouw, tuan dan nyonya, bapak dan ibu yang punya anak-anak remaja tanggung anak baru gede, tidak usah kuatir. Tidak perlu cari sekolah jauh-jauh. Ada dua sekolah bergengsi yang bisa dipilih.

 

Pertama, Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (disingkat MULO) Wilhelmina. Dinamai Wilhelmina bukan karena didirikan oleh Wilhelmina, tapi karena letaknya di Wilhelmina straat (sekarang Jl. Dr Cipto). Ini sekolah eksklusif buat golongan pure-blood (darah asli) Eropa. Sempat dibumihanguskan pada tahun 1947 pada Agresi Militer Belanda II. Sekarang menjadi SMP Negeri 3 Malang, dan hingga kini masih eksklusif buat golongan pure-smart  (pintar asli) Indonesia.

 

MULO WIlhelmina a.k.a SMPN 3 (foto koleksi MOP)

Kedua, Neutrale Lagere School. Sempat dibumihanguskan (juga) pada tahun 1947 pada Agresi Militer Belanda II. Sekarang menjadi SMP Kolese Santo Yusuf. Dari dulu hingga kini masih menjadi sekolah umum, tidak pandang golongan, tidak pilih-pilih. Selepas tahun 1951 hingga kini dikelola oleh Ordo  C.D.D., singkatan dari Congregatio Discipulorum Domini, artinya Kongregasi Murid-Murid Tuhan, suatu tarekat imam dari Taiwan.

 

Neutrale Lagere School a.k.a SMP Kolese Santo Yusuf (foto koleksi MOP)


Katanya tadi ada hotel, mana hotelnya?

 

Sayang sekali sudah ganti wujud.

 

Yang pertama ada Hotel van Smallen. Hotelnya memang small (kecil), dan ndilalah pemiliknya bernama van Smallen. Alhamdulillah tidak ikut diledakkan waktu peristiwa bumi hangus.

 

Lokasi ex Hotel van Smallen

Sekarang sudah ganti wujud menjadi toko alat-alat kesehatan yang cukup familier di Kota Malang.

Yang kedua ada Hotel Pension Villa Sans-Souci. Sans-Souci adalah sebuah hotel-chain yang bekend hingga kini di Austria. Keren to, tahun segitu saja sudah ada international hotel-chain yang masuk ke Malang. Di Oranjebuurt, pula. Walaupun yah… ikut dibumihanguskan juga. Sekarang di lokasi hotel ini berdiri sekolah SMA Islam Malang.

 

Sudah lenyap (foto koleksi MOP)

Capek dengan bumi hangus? Mari kita beli cemilan di Pasar Klojen. Ini pasar asli sejak awal hunian ini dibangun. Sayangnya sudah tidak nampak bentuk aslinya, tidak seperti Pasar Oro-oro Dowo. Tapi jangan berkecil hati. Ada pecel yang enak di sini. Lalu pisang goreng tusuknya? Juara. Jajanan pasarnya? Lengkap. Fresh. Langganan kantor saya. Jaminan mutu. Bisa pesan mendadak untuk kotakan rapat.

 

Passer Klodjen (foto koleksi MOP)

Mari, mari. Ikut saya andok di Pasar Klojen. Tapi bayar sendiri ya… tidak ditanggung panitia.

 

Sudah kenyang?

 

Bagus, mari kita beralih ke public figure yang tinggal di Oranjebuurt.

 

Lho, ada siapa saja di Oranjebuurt?

 

Lhooo… ini hunian bukan kaleng-kaleng. Tidak hanya lokasinya yang juara, penghuninya juga.

 

Yang pertama adalah walikota pertama Kota Malang, H.I Bussemaker, yang rumah dinasnya di pojokan Willemstraat (Jalan Diponegoro) dan Emmastraat (Jalan dr. Soetomo). Meneer Bussemaker menghuni rumah ‘dinas’ Wali Kota (burgemeester) Malang atau Malang Burgemeesterwoning setelah dilantik pada 1 Juli 1919, hingga 28 Februari 1929, karena kemudian dilantik menjadi Wali Kota Surabaya.

 

Bussemaker (foto koleksi Wikipedia)

Rumah dinas yang cantik (foto koleksi Penulis)

Yang kedua tak lain dan tak bukan adalah Ebes Sugiyono, walikota kesepuluh Kota Malang dan satu-satunya walikota yang digelari “Ebes” yang berarti “Bapak”. Beliau tinggal di Willemstraat (Jalan Diponegoro). Meneer en mevrouw, tuan dan nyonya, bapak dan ibu yang tinggal di Kota Malang periode 1973-1983 pasti masih ingat bahwa Kota Malang pernah jadi barometer musik rock dan olahraga tinju Indonesia pada masa itu. Semua itu berkat tangan dingin Ebes kita ini.

 

Ebes (foto koleksi Wikipedia)

Kalau meneer en mevrouw, tuan dan nyonya, bapak dan ibu mengaku masih ingat, berarti ketahuan berapa usia Anda semua. Hehehe…

 

Saya sendiri tidak mengalami karena belum lahir.

 

Yang ketiga adalah Eddy Rumpoko. Beliau pernah menjabat sebagai Walikota Batu, dan putra dari Ebes Sugiyono. Otomatis pernah tinggal di rumah Willemstraat (Jalan Diponegoro) itu.

 

Yang kempat adalah Saleh Ibrahim. Beliau tinggal di Willemstraat (Jalan Diponegoro) nomor 3.

 

 
Foto pernikahan Saleh Ibrahim (foto koleksi keluarga)

Kediaman Saleh Ibrahim (foto koleksi Penulis)

Anno 1914 (foto koleksi Penulis)

Siapa dia?

 

Wajar kalau meneer en mevrouw, tuan dan nyonya, bapak dan ibu tidak familier dengan beliau ini. Tapi kalau putri beliau, pasti banyak yang tahu. Ya, beliau adalah ayah dari sastrawati kebanggaan Kota Malang, Ratna Indraswari Ibrahim.

 

Kiranya intelektualitas Ratna Indraswari Ibrahim adalah buah didikan seorang ayah moderat yang pemikirannya melampaui masanya. Budaya membaca, kepekaan sosial, keterbukaan terhadap gagasan baru, dan kebebasan berpendapat sudah diperkenalkan oleh suami istri Saleh Ibrahim sejak dini pada anak-anaknya. Sedemikian rupa sehingga ketika kemudian keterbatasan fisik membatasi aktivitas Ratna, pemikirannya tidak ikut terbelenggu.

 

Menurut Benny, putra bungsu Pak Saleh Ibrahim, almarhum adalah seorang oditur sejak jaman Belanda. Menjadi seorang pegawai pemerintah tidak membuat beliau menjadi seorang yes-man. Beliau adalah aktivis yang banyak bergaul dengan kaum pergerakan.

 

Saking bekend-nya, konon kabarnya, tokoh-tokoh nasional yang menghadiri Sidang Pleno Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) di Malang pada tanggal 25 Pebruari - 6 Maret 1947 menjadikan kediaman Pak Saleh Ibrahim ini sebagai tempat untuk berkumpul dan berdiskusi.

 

Termasuk sastrawan Chairil Anwar yang flamboyant itu.

 

Fun fact, masih menurut Benny, Pak Saleh Ibrahim ikut mencetuskan semboyan Malangkucecwara.

 

Jadi, bagaimana… Meneer en mevrouw, tuan dan nyonya, bapak dan ibu tertarik dengan Oranjebuurt? Apabila meneer en mevrouw, tuan dan nyonya, bapak dan ibu tertarik pada hunian emas ini, silakan berkunjung kapan saja.

 

Waktu yang pas adalah pagi hari sebelum jam sepuluh pagi (karena belum terlalu panas, dan jajanan di Pasar Klojen masih lengkap), atau sore hari sesudah jam tiga sore (karena sudah tidak terlalu panas, dan warung-warung kopi di Pasar Klojen sudah pada buka).

 

Kami tunggu kedatangan Anda…

 

Keterangan: tulisan ini disusun setelah Penulis mengikuti acara blusukan Bouwplan 1 oleh Malang Old Photo tanggal 6 Mei 2023.

 

 

 

 

 

4 komentar:

  1. Kerennnn ☺️☺️☺️

    BalasHapus
  2. mbok aku dijak uklam2 mBak. ning ojok hari libur. pankapan hari kerja ngunu lo Mbak.

    BalasHapus
  3. Terima kasih artikel nya sangat menginspirasi, di tggu artikel sejarah lain nya👍

    BalasHapus