Selasa, 22 Agustus 2017

TEMAN TIDUR

Kenapa lelaki yang tidur denganku bukan lelaki yang kucintai?

Benak Dania nyaris meledak rasanya. Pertanyaan yang tak kunjung ada jawabnya ini begitu mengganggu, sedemikian rupa hingga mampu menghapus kehangatan yang dirasakannya hanya beberapa menit yang lalu.

Oh, betapa ia menikmati bercinta di pagi hari.

Sebelum pertanyaan sialan itu muncul lagi, tentunya.

Dirabanya lengan kukuh yang melingkari pinggangnya yang telanjang. Pemiliknya sudah kembali tertidur pulas setelah hasratnya terpenuhi. Dania menempelkan kepala di dada Agung, mendengarkan degup jantungnya yang menenangkan. Rambut ikalnya berantakan seperti sarang burung di atas kepalanya.

Menggemaskan. Seperti pemiliknya.

Dania tersenyum. Lelaki itu tampan, lucu, dan jelas-jelas menaruh hati padanya. Selalu ada tiap kali Dania membutuhkannya. Di luar dan di dalam kamar.

Lelaki yang sempurna.

Hati Dania berdenyut nyeri.

Tapi bukan lelaki yang dicintainya.

Setengah mati ditahannya air mata yang siap membanjiri pipinya. Ia tak ingin Agung terbangun, melihatnya menangis, lalu salah paham, mengira entah bagaimana ia menyakiti Dania.

Agung lelaki yang sangat baik. Tidak pernah menyakiti Dania, baik sengaja maupun tidak.

Kenapa kamu tidak bisa sebaik dia, Ga?

Kenapa kamu tidak bisa sebaik dia, Ga?

Sebutir air mata marah lolos dari sudut matanya. Dengan kasar Dania membesutnya dengan punggung tangannya. Gerakannya membangunkan Agung. Lelaki itu membuka matanya, lalu menggeliat malas.

“Selamat pagi lagi,” bisiknya menggoda sambil menarik Dania dalam pelukannya. Dania mencoba memalingkan wajah, berusaha menyembunyikan air matanya, tapi gagal.

“Lho, hei, ada apa?” Agung menangkupkan tangannya di kedua pipi Dania. “Kok nangis? Aku tadi terlalu kasar, ya?”

Dania menggelengkan kepala kuat-kuat. “Nggak, nggak kok. Kalau aku kesakitan, aku pasti sudah bilang sedari tadi.”

Ketika Agung masih memandanginya dengan skeptis, Dania menambahkan sambil tersenyum, “Aku tidak apa-apa, Mas. Kamu luar biasa.”

Agung tidak menyahut. Matanya tajam menunggu jawaban.

Dania terkekeh. “Sungguh. Mana pernah aku bohong padamu?”

Agung menggaruk-garuk dagunya yang mulai menggelap karena janggut yang tak tersentuh pisau cukur selama mereka berakhir pekan bersama.

“Sungguh?” tanya Agung menegaskan.

“Sungguh.”

“Kalau begitu, bisa diulangi, ya.” Tanpa menunggu jawaban Dania, Agung menarik tubuhnya ke atas tubuh Dania, membuat perempuan itu terpekik kaget, lalu mendesah nikmat.

Kenapa kamu tidak bisa sebaik dia, Ga?
*****
Dengan mata separuh tertutup Agung memperhatikan Dania bangkit dari tempat tidur lalu beranjak ke kamar mandi. Ia paling suka melihat Dania melenggang telanjang seperti itu. Rambut panjangnya yang mengikal hingga pinggang yang ramping melambai lembut, seperti memanggilnya mendekat. Lalu merengkuh perempuan itu selamanya.

Selamanya.

Tapi tidak.

Tidak bisa.

Gara-gara Omega.

Lelaki yang dicintai Dania.

Oh ya, Agung tahu tentang Omega. Sejak lelaki itu menjadi salah satu freshgrad istimewa yang diterima bekerja di kantor Dania, Agung sudah beberapa kali bertemu dengannya. Harus diakui, Omega tampan dan cerdas. Paduan yang mematikan. Segera saja ia memikat hati semua orang. Termasuk Dania.

Di balik selimut, Agung mengepalkan jari. Dania. Danianya. Entah apa yang dilihat Dania pada Omega sehingga perempuan itu pun masuk dalam rombongan pengagum Omega.

Bukan. Bukan pengagum. Untuk kasus Dania, ia pecinta Omega.

Siapa yang mengira? Dania, Danianya, yang selalu logis, berkepala dingin, rasional, Ratu Es Kantor, bisa mencintai lelaki yang lebih muda enam belas tahun darinya. Lelaki yang setiap tindak-tanduknya selalu bisa membuat Dania berurai air mata.

Agung tahu betapa Omega tak mengacuhkan Dania, dan baru mengakrabi perempuan itu bila ia butuh uang. Bukan perkara sulit bagi Agung untuk mengusir Omega jauh-jauh bila Dania menghendaki. Yang benar saja, masa direktur perusahaan jasa keamanan seperti dia tidak bisa menyingkirkan kecoa macam Omega?

Dania tinggal minta.

Tapi Dania tak pernah meminta. Seburuk apapun perlakuan Omega padanya, Dania tak pernah marah. Sesakit apapun hatinya, Dania selalu kembali pada Omega.

Memaafkan dia.  Menerima begitu saja remah-remah perhatian yang dilemparkan Omega padanya.

Agung bisa memberi seluruh isi dunia pada Dania. Andai saja perempuan itu mau melihatnya lebih dari sekedar teman tidur...
*****
“Omega, ya?” tanya Agung. Pandangannya lurus ke arah jalan bebas hambatan yang membentang di hadapan mereka.

“Hm?” gumam Dania. Ia hanya separuh mendengar pertanyaan Agung.

“Kamu lagi mikirin Omega, ya?” ulang Agung menegaskan.

Jantung Dania seakan berhenti sejenak. Bagaimana Mas Agung bisa tahu? Hari Senin besok dia akan bertemu Omega lagi. Entah kenapa Dania selalu merasa bersalah pada Omega tiap kali ia berakhir pekan bersama Agung. Seakan-akan Omega pacarnya. Seakan-akan Omega akan cemburu.

Padahal tidak.

Dania bahkan tak yakin Omega peduli padanya.

Menyedihkan, cibirnya pada diri sendiri.

Dania memalingkan wajah, menatap mobil-mobil yang berpacu di jalan bebas hambatan itu.

Agung diam. Menunggu.

“Maaf,” gumam Dania akhirnya.

“Maaf kenapa?”

Dania mengangkat bahu, namun tak menjawab.

“Kenapa?” tanya Agung. “Kenapa Omega? Kenapa bukan orang lain?” lanjutnya. Kenapa bukan aku?

Dania menunduk. “Janji tidak marah kalau aku ngomong jujur?” Dania balik bertanya.

Agung mengacungkan jari membentuk huruf “V”. “Janji.”

“Omega mengingatkanku pada pacarku yang pertama. Wajahnya, bahasa tubuhnya, semuanya. Tadinya kukira perasaanku ini sekedar nostalgia. Tapi ternyata tidak. Aku sungguh-sungguh mencintai Omega karena Omega.”

Agung sampai melongo mendengar penjelasan Dania. “Pacarmu yang pertama? Maksudmu Hero? Hero yang menghamilimu lalu kabur itu?”

Dania menunduk lagi. “Ya.”

“Astaga,” Agung menepuk kemudi dengan geram. “Kamu jatuh cinta pada Omega karena ia mirip laki-laki yang bikin kamu menderita.”

“Sekarang aku mencintai dia karena dia. Bukan lagi karena dia mengingatkanku pada Hero,” Dania mencoba membantah.

Agung menggeram. “Dia laki-laki tak berguna yang cuma tertarik pada uangmu. Kalau kamu tidak kasih uang padanya, kamu tidak berguna baginya.”

Dania mendesah. “Tahu nggak, dia bukan tipikal anak muda manja. Dia bekerja keras supaya bisa sekolah. Sekarang pun dia sudah mulai merintis bisnis kecil-kecilan karena tidak mau jadi karyawan selamanya.”

Agung mendengus.

Dania tertawa kecil, sayang bercampur kagum. “Dia juga masih sempat menjadi agen investasi keuangan, lho.”

“Investasi abal-abal yang nyaris bikin kamu bangkrut itu?” Agung tertawa getir. “Maaf, tapi banyak anak muda lain seperti dia, Sayang. Tidak ada yang istimewa darinya.”

“Memang. Tapi aku mencintai dia.”

“Dan tidak mencintai aku.”

“Kamu tidak sama dengan Omega, Mas.”

“Kalau maksudmu aku lebih baik dari Omega, ya, memang aku tidak sama dengannya. Aku bukan tipe orang yang hanya manis muka kalau ada maunya, kalau menguntungkan aku saja. Bisnisku juga jelas, bukan bisnis remang-remang begitu.”

Dania menoleh. “Mas Agung marah?”

Agung tersenyum tipis. “Tidak. Faktanya kamu mencintai Omega, tapi kamu juga tahu aku lebih baik darinya. So?” Agung mengangkat bahu. “Aku harap kamu memakai akal sehatmu lagi.”

Dania tak menyahut.

Mereka berkendara dalam diam hingga Range Rover Agung berhenti di depan rumah Dania. Lelaki itu memalingkan tubuhnya, menghadap Dania, dan berkata, “You know I love you, right? Aku bisa membuat kamu bahagia.”

Dania mengecup hangat bibir Agung. “Ya, aku tahu,” katanya.

“Aku bisa membuat kamu lebih bahagia kalau malam ini kita bisa bersama,” desah Agung. “Di bathtub? Seperti biasanya,” bisiknya nakal di telinga Dania.

Dania tertawa kecil. Hembusan nafas Agung menggelitiki ujung-ujung syarafnya, membangkitkan hasrat yang sudah reda sepanjang perjalanan mereka. “Aku ada breakfast meeting dengan klien besok pagi. Aku tak mau mereka melihat leherku belang-belang. Bisa-bisa mereka kepengin mencoba juga,” canda Dania.

Agung mengerang kecewa, namun kecupan Dania di bibirnya membungkam lelaki itu.
*****
Omega menyeruput kopinya, mengamati. Warung tempatnya mengintai selama beberapa jam terakhir nyaris tepat berseberangan dengan rumah Dania. Dilihatnya perempuan itu keluar dari Range Rover hitam, melambai pada pengemudinya, lalu melenggang masuk ke halaman.

Seulas senyum tersungging di bibirnya, lalu ia beranjak.

Perempuan itu miliknya




Merindukan F/α
Hanya kamu.




5 komentar:

  1. Kok, yqng posting Dani Purwanto?
    Kisah begitu mengalir, sampai gak tahu hatus komen apa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Arek Tembalangan itu nama aliasku, mbak.
      Namaku Dani.
      Purwanto itu nama bapakku... ������

      Salam kenal...

      Hapus
    2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
  2. mbak, kalo paragraphnya rata kiri kanan, mwnurutku lebih rapi...

    kenalin sama Dania dong.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih masukannya, Pak.
      Segera diterapkan dalam postingan berikut.

      Kenalan sama Dania?
      Halah... wong Pak Arif nun jauh di sono gitu lhooo...
      Piye carane arep ta' kenalke?

      Hapus