Aku
gagap menulis fiksi.
Paling
tidak, saat ini aku gagap menulis
fiksi.
Sebagai
penulis amatiran yang berangkat dari genre fiksi, gagap ini sangat mengenaskan.
Kemampuanku berimajinasi menurun drastis. Kata-kata seperti begitu saja
meninggalkanku. Aku masih bisa merasa, tapi aku kehilangan kata-kata untuk
melukiskan apa yang yang aku rasakan. Aku jadi bisa memahami kata orang: “kata
jadi kehilangan makna”, karena itulah yang aku rasakan.
Jangan
salah, aku masih bisa melahirkan ide tulisan, tapi semua macet di tengah jalan.
Atau kalaupun jadi, tidak sesuai yang aku harapkan. Buatku, ini sangat, sangat,
sangat mengenaskan. Lebih mengenaskan daripada jerawat besar di ujung hidung
yang tak kunjung hilang walaupun sudah dipencet pakai pinset.
Oh, jangan
kuatir, aku tahu kenapa aku jadi seperti ini. Aku sudah cukup sering pura-pura jadi
psikolog untuk diri sendiri (walaupun tak berhasil). Jatuh cinta pada Januari
2016, menjalani fluktuasi rasa bagaikan roller-coaster
sepanjang 2016 dan 2017, patah hati habis-habisan di bulan-bulan penghujung
2017, hingga pemblokiran semua jalur komunikasiku oleh si dia pada tanggal 4
Desember kemarin adalah penyebabnya.
Ya,
ya, ya. Kalau ingin tertawa, tertawalah. Ingin sinis? Sinislah. Memang tak
masuk akal bila perempuan seusiaku, yang sudah mengalami begitu banyak hal,
bisa termehek-mehek jatuh cinta (dan patah hati) separah ini. Tapi Cupid memang
kurang ajar, jadi mau apa lagi?
Seperti
orang yang patah kaki belajar berjalan lagi, atau seperti orang yang lengannya
patah berusaha makan sendiri, saat ini aku juga sedang belajar. Belajar merasa
lagi. Belajar menerjemahkan rasa menjadi kata lagi.
Karena
itu aku jadi lebih sering mengisi kolom “It’s My Life” di blogku. Sebenarnya bukan
ini yang kurencanakan dulu, ketika mulai membuat blog pribadi. Dulu aku
membayangkan akan lebih sering menulis fiksi daripada bercerita tentang
kehidupan pribadiku. Aku bukan selebriti, jadi apa menariknya hidupku? Namun
karena sejak awal aku meniatkan menulis untuk menjaga kewarasanku, juga dalam
rangka belajar menulis lagi, maka jadilah saat ini aku lebih sering cuap-cuap
di kolom “It’s My Life”.
Hanya
dalam hitungan hari kita akan memasuki tahun 2018. Semoga di tahun 2018 aku
sudah tidak mengalami masa paceklik fiksi. Semoga aku bisa menulis fiksi lagi.
Andai saja aku bisa membuat Anda, pembaca sekalian, memahami apa yang aku
rasakan saat ini. Aku tidak bermaksud cengeng, atau mengiba-iba. Seperti kataku
tadi, aku menulis untuk menjaga kewarasanku. Karena itu artikel ini lahir:
supaya aku tetap waras dan (semoga) bisa menulis fiksi lagi.
Demikian
artikel ini. Semua kekurangan adalah kekuranganku sendiri. Semua kelebihan
semata adalah milikNya lewat apresiasi Anda, pembaca sekalian.
Terima
kasih, Pembaca. From the bottom of my heart, I salute you.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar