“Habis ini tidak ketemu Mas Aji lagi, deh,” keluh
Adisti.
Rahma hanya menatap sahabatnya itu dengan iba. Sudah
hampir dua tahun ini Adisti naksir kakak kelas mereka itu, tapi tidak pede
mendekatinya. Beraninya hanya mondar-mandir di depan kelas Mas Aji agar bisa
melihat sekilas. Atau menonton dari kejauhan bila Mas Aji sedang berolah raga.
Atau curi-curi melirik bila berpapasan.
“Coba deh kamu duluan
yang ngajak ngobrol. Mumpung dia belum lulus. Orangnya baik, kok.”
“Enggak beraniii…” ratap Adisti.
Rahma hanya bisa mencubit pipi Adisti. Gemas.
***
Rahma menunggu Ibu dan Bapak berangkat menghadiri
wisuda Mas Endi dengan tak sabar. Kakaknya itu diwisuda hari ini, bersama
dengan Mas Aji.
Sepagian ini Ibu mencari-cari undangan wisuda yang sedianya
harus dibawa orang tua wisudawan, namun undangan itu aman tersimpan dalam
lemari Rahma.
Ada seseorang yang lebih membutuhkan undangan itu
daripada Ibu dan Bapak.
“Ayo, buruan ganti baju, kita pergi ke wisudanya Mas
Aji.” Rahma tak sabar, nyaris berteriak di telepon.
“Yang boleh masuk hanya undangan, Neng. Percuma kita
ke sana kalau hanya duduk di emperan.”
“Aku punya undangannya. Kita bisa masuk. Cepetan. Kita
ketemu di sana.”
***
Rahma memeluk Adisti ketika prosesi wisuda berakhir.
Sahabatnya menangis, namun Rahma tahu, Adisti sudah mengikhlaskan Mas Aji.
Tulisan ini diikutsertakan dalam event Cerita Cinta dari SMA yang diselenggarakan oleh Fiksiana Community.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar