“Selamat, bayi Ibu lelaki.”
Ia tak tahu lagi harus merasakan apa. Sudah lama, sejak ayah si bayi menolaknya dan tak mengakui bayinya.
Sejak ia memutuskan untuk menyerahkan saja bayinya kelak bila lahir selamat. Tak ada yang menginginkannya. Bahkan suaminya sendiri. Hidupnya akan berat nanti. Buat apa ditambah bayi?
“Ini bayi Ibu.”
Perawat mengangsurkan buntalan kecil yang bergerak lemah. Kulit keriput menutupi tulang. Mulutnya mengecap lemah. Matanya terpejam.
Disentuhnya pipi kecil itu. Lembut, seperti sayap kupu-kupu.
Untuk pertama kalinya, hatinya bicara.
“Bagaimana, bayinya jadi diserahkan untuk adopsi?” tanya Perawat lembut.
Ia menyusut air mata.
“Tidak,” tekadnya. “Akan saya asuh sendiri.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar