“Biasakan ‘thinking out of the box’!”
Ini kata-kata
keramat dosen saya ketika alkisah dulu saya dibiayai kuliah oleh Bappenas.
Senada dengan ucapannya yang antimainstream,
Bapak Dosen ini juga agak-agak nyeni.
Materi kuliah yang (aslinya) bikin mengantuk menjadi menarik karena beliau selalu
mendorong kami untuk kreatif, inovatif, dan imajinatif. Contoh-contoh kasus bisnis
dan pemerintahan yang beliau paparkan juga mengena karena beliau sangat paham
kondisi Jawa Timur.
Meminjam istilah
kontes menyanyi di televisi, si Bapak Dosen ini “paket lengkap.” Berpengetahuan
luas tapi tidak sok tahu, dan jenaka.
Entahlah. Mungkin
leluhurnya dulu seniman ludruk.
Bapak Dosen ini
juga yang wajahnya terlintas dalam benak saya ketika seorang rekan sekantor
mengajak saya mengikuti Sayembara Desain Logo Ombudsman Republik Indonesia
ketika saya sedang jenuh dengan rutinitas kerja.
Membuat logo?
Memangnya bisa?
Itu pertanyaan
pertama saya pada diri sendiri.
Jangan salah.
Saya TIDAK pintar menggambar. Kalaupun disuruh menggambar bebas, paling-paling
gambar yang bisa saya buat adalah gambar dua gunung, di tengahnya ada gambar
matahari terbit, serta hamparan sawah di kaki gunung, lengkap dengan jalan raya
yang membelah sawah persis di tengah-tengah.
Kebetulan saya
punya satu kebiasaan buruk: saya sulit berkata tidak bila ditantang. Ajakan
untuk ikut serta dalam sayembara ini benar-benar tantangan yang menarik, karena membuat
saya keluar dari zona nyaman saya selama ini. ‘Memaksa’ saya belajar hal baru di luar
rutinitas saya sehari-hari.
Sekali dayung,
dua-tiga pulau terlampaui. Sekali ikut sayembara, saya tidak hanya “thinking out of the box”, tapi juga “out of my comfort zone.”
Andai masih jadi
mahasiswa beliau, saya pasti dengan PD-nya meminta nilai minimal A-.
Singkat kata,
saya iyakan saja ajakan rekan sekantor itu. Urusan jadi logo atau tidak, urusan
belakangan. Toh saya tidak rugi apa-apa.
Akhirnya
sepanjang bulan Pebruari ini kami (bertiga dengan seorang rekan lain yang rela
tulus ikhlas membantu) berkutat mencari simbol yang pas untuk menggambarkan
jatidiri Ombudsman Republik Indonesia. Tidak boleh asal simbol, karena harus
ada filosofi di baliknya. Bukan hal yang mudah, karena kami sama-sama sibuk.
Tapi komitmen
tetaplah komitmen. Jadilah beberapa weekend
ini kami bertiga nongkrong di kantor untuk mengerjakan logo yang akan
diikutsertakan dalam sayembara.
Dan
Alhamdulillah, logo rancangan saya berhasil juga dibuat.
Saya persilakan
Anda, para pembaca blog saya ini,
untuk mampir ke Halaman Facebook saya, yaitu
Ada dua rancangan logo
Ombudsman Republik Indonesia versi saya di situ. Silakan memberi vote “Like/Suka”.
Boleh salah
satu, boleh dua-duanya.
Jangan sampai tidak
memilih.
Jangan lupa tolong “Bagi/Share” Halaman Facebook saya itu ke siapa saja
yang Anda kenal.
Semoga berkenan.
Terima kasih sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar