SAMUDRA
Aku sudah merasa
permintaanku ini akan membuat Mama emosional. Aku siap seandainya Mama
marah-marah. Aku sudah memainkan skenario menghadapi kemarahan Mama
berkali-kali dalam benakku, bahkan sudah mempersiapkan argumen-argumen yang aku
harap cukup meyakinkan.
Dengan
persiapan sematang itu, entah kenapa aku tetap merasa kecut melihat reaksi
Mama. Aku tak membayangkan Mama terhenyak
di
sofa dengan pandangan kosong.
Aku lebih suka menghadapi Mama yang marah-marah, daripada Mama seperti ini.
Paling tidak, bila ia mau bicara, bahkan marah, aku tahu apa yang diinginkannya
lalu kami bicarakan berdua. Seperti yang selalu kami lakukan.
Walaupun
kalau mau jujur, aku tidak merasa terlalu bersalah. Aku hanya ingin ada Mama
dan Papa dalam resepsi pernikahanku
nanti. Hanya itu.
****
RATRI
“Mungkin
Sam hanya ingin ada figur ayah dalam resepsinya nanti, supaya kamu tidak
sendirian,” kata Cahyo, sahabatku, sambil menyeruput cappuccino latte-nya. “Ajak saja Ario mendampingimu di pelaminan.” Disebutnya
nama adik iparku.
Aku
menggeleng. Dahiku kutempelkan ke permukaan meja coffeeshop yang terasa dingin. Sayangnya tidak bisa mengurangi
peningku.
“Kalau
Ario tidak mau, sama aku juga boleh...” Sudut bibirnya menekuk ke atas,
menyajikan senyum jahil yang menemani matanya yang berkilau jenaka.
Pipiku
terasa hangat. Godaan Cahyo selalu membuatku salah tingkah. “Bukan itu yang dia
mau. Dia ingin papanya, bukan omnya.” Sengaja tak kutanggapi komentarnya yang
terakhir.
Cahyo
menatapku dengan prihatin. “Kalau begitu, apa susahnya menuruti keinginannya?
Kamu tinggal bilang pada Dewa bahwa anaknya akan menikah dan dia ingin kalian
berdua mendampinginya. Selesai.”
Aku
menatapnya dengan marah. “Karena Dewa tidak berhak datang ketika Sam menikah
nanti! Ke mana dia waktu aku pontang-panting membesarkan anaknya sendirian? Ke
mana dia ketika anaknya butuh dia? Waktu anaknya sakit, anaknya sedih, di mana
dia? Waktu susah, dia pergi. Sekarang setelah tinggal menikmati enaknya, Sam
sudah sukses, baru dia muncul. Ayah model apa itu!”
Cahyo
diam.
“Lalu
masih ada urusan dengan si Gandari. Mau dikemanakan dia kalau Dewa
mendampingiku di pelaminan, hah? Dia pasti akan mengekor Dewa ke mana-mana,
karena takut kucakar mukanya.
Sampai mati aku tidak akan
mengijinkan perempuan itu menginjak rumahku! Aku sudah merelakan dia mencuri Dewa
dariku, merampas Dewa dari Sam. Tapi awas saja kalau aku lihat dia
berani-berani datang!”
“Whoaaa...
santai... santai,” kata Cahyo menenangkanku. Beberapa pelanggan coffeeshop menoleh ke arah kami dengan
pandangan terganggu.
Aku
menggelengkan kepala pelan. Tahun demi tahun sudah lewat, tapi sampai hari ini
urusan dengan Dewa tetap menyakitkan seperti baru terjadi kemarin.
“Aku
tahu kamu bekerja keras membesarkan Sam, dan dia membalasmu dengan menjadi anak
yang sangat baik. Dan setelah bertahun-tahun, ini satu-satunya permintaannya.
Pikirkanlah. Aku tahu permintaan ini berat sekali buatmu, tapi paling tidak
pikirkanlah,” pinta Cahyo.
Selanjutnya di PERNIKAHAN SAMUDRA bagian 3
Sambungane kapan tayange iki, Jeng?
BalasHapussabar to aaaahhhh... :D
Hapusmatur nuwun sampun mampir... :D
Waaah kupikir Minggu ini Sam resepsinya. :-)
BalasHapusmasih agak lama, mbak...
Hapusjangan lupa nyawer yg banyak yaaaa... :D
terima kasih dah mampir...
nggak sabar nunggu part selanjutnyeeewwwwww :p
BalasHapusiyeeeewwwww... :D
Hapusterima kasih mampirnya, yaaa...
Eeeeeeeaaaaaa mo komen dipart sblmnya udh keduluan Pap :-)
BalasHapusNi tiap hr apa uploadnya yah Tan? Keknya seru ni!
put, asli aku tu suka malu soalnya selalu kliru..
Hapussi papah dikira puput, si puput dikira papah...
bilangin ma papah yaaa... aku minta maap bangggeeeeetttt... :(
stay healthy juga...
dan terima kasih puput dan papah sudi mampir...
terima kasih...
BalasHapusterima kasih juga mampirnya, pak... :D
Akhirnya nulis lebih panjang.
BalasHapusGelar tikar nunggu lanjutan. Apik Mbak...
Aku langsung menuju part brktnya .... :-)
BalasHapusLihat nanti sajalah..
BalasHapusKalo saya, lihat episode berikutnya, bu.
Meluncuurrr :D