Suara keletak-keletuk kaki kuda
menjawab doanya. Agak jauh di depan dilihatnya sesosok kuda. Bobby mendekat.
Benar! Seekor kuda mondar-mandir gelisah di tengah jalan. Tampaknya ia
ketakutan berada di tempat gelap sendirian.
Bobby memegangi tali kekangnya.
Dielus-elusnya leher kuda itu sambil berbisik menenangkan. Setelah tenang,
Bobby naik ke sadel, dan berpacu sekencang-kencangnya ke Persimpangan Wilmingshire.
Jendela pondok penjaga persimpangan
jalan raya menyala terang, seperti mata kuning besar di tengah kegelapan malam.
Beberapa ekor kuda tertambat di sampingnya. Tanpa mengetuk pintu, Bobby
menerobos masuk.
“Tolong! O’Shea butuh bantuan di
pertanian Dunkirk!
Tolong!” ucapnya terpatah-patah sambil berusaha mengatur napas.
Beberapa orang laki-laki berseragam
berdiri mengelilingi kompor. Aroma masakan semerbak dalam ruangan itu. Mereka
serempak menoleh ke arah Bobby.
“O’Shea, katamu? Bicara yang benar,
Nak,” kata salah satu di antara mereka.
“Sungguh, Sir. O’Shea benar-benar butuh bantuan di pertanian Dunkirk.”
Orang-orang berseragam itu saling
berpandangan. “Memang sudah saatnya ada kabar dari O’Shea. Baik, ayo
berangkat!”
Tanpa berkata apa-apa lagi
orang-orang itu berangkat. Bobby beranjak mengikuti, tapi tangannya ditahan
oleh pak tua penjaga persimpangan. “Tunggu saja di sini sampai fajar, Nak.
Kalau kau ikut sekarang, kau hanya menghambat mereka.”
Walaupun enggan, Bobby menurut.
Dengan gelisah ditunggunya matahari terbit.
Ketika langit semburat merah, Bobby
siap berangkat lagi. Kuda O’Shea dipacunya lagi kembali ke pertanian.
Di gerbang ia berpapasan dengan Jeb
Moore dan kawan-kawannya dengan tangan terikat, sedang dikawal pergi oleh
petugas keamanan. Wajah mereka kusut dan marah. Jeb Moore sempat melirik sengit
ke arah Bobby, tapi ia tak peduli. Bobby sudah tak sabar lagi, ingin tahu apa
yang terjadi di rumah!
Halaman porak-poranda. Petak-petak
bunga kesayangan Bibi Evie rusak terinjak-injak. Dinding berlubang bekas
tembakan. Jendela kaca pecah berhamburan.
Bobby masuk. Di ruang tamu, O’Shea
sedang dibebat kepalanya oleh Dokter. Ia tampak lelah dan kesakitan, tapi matanya
berkilat-kilat penuh semangat. Di sisi lain, si Hantu duduk tertunduk
sendirian. Kepalanya tertutup tudung jubah hitam. Dalam cahaya pertama pagi
hari, ia tak tampak menyeramkan. Bagi
Bobby, ia bahkan
tampak sedikit menyedihkan.
O’Shea bangkit, mendekati laki-laki
berjubah hitam itu. Tangannya terulur, mengajak bersalaman. “Terima kasih, Teman
Lama. Sam Dunkirk, bukan?”
Yang diajak berbicara mendongak.
“Bagaimana kau tahu?” bisiknya. Tak disambutnya uluran tangan O’Shea.
“Aku tak pernah melupakan suaramu,
Sobat.”
Laki-laki berjubah itu bangkit.
Mereka berpandangan sejenak, lalu berpelukan erat, seakan-akan mereka sudah
kenal bertahun-tahun lamanya. Bobby sampai melongo keheranan.
Dari sudut matanya, O’Shea melihat
Bobby. Dipanggilnya anak laki-laki itu. “Bobby, perkenalkan. Ini pamanmu yang
satu lagi, namanya Sam Dunkirk.”
“Tapi… tapi… bukankah Paman Sam
sudah meninggal…” kata Bobby terbata-bata.
“Meninggalkan dunia, Bobby. Aku
tidak hidup seperti orang lain. Tapi aku belum mati,” jawab lelaki berjubah itu
sambil membuka tudung kepalanya.
Bobby terkesiap. Wajah laki-laki di
balik tudung itu buruk sekali. Seakan-akan ada orang yang menumpahkan sekuali
penuh lilin cair di atas kepala laki-laki itu. Kulit wajahnya seperti meleleh
begitu saja. Tidak ada alis atau bulu mata. Kepalanya licin, dengan petak-petak
rambut di sana-sini. Tangan yang muncul dari balik jubah juga serupa dengan
kulit wajahnya, berkerut-kerut aneh, seperti lilin yang mencair.
“Inilah sebabnya aku bersembunyi.
Aku tak mau orang ketakutan melihatku.”
“Wajah yang buruk belum tentu
hatinya buruk, Bobby,” timpal O’Shea mengingatkan. “Kau pantas bangga padanya.
Dulu kami bertugas di Chicago. Tiga belas tahun lalu, ketika kota Chicago dilanda
kebakaran besar, kami bertugas menyelamatkan penduduk dan mencegah penjarahan.
Waktu itu pun Jeb Moore sudah menjadi penjahat kambuhan. Sam Dunkirk berusaha
menangkapnya ketika ia menjarah sebuah toko di tengah kebakaran. Penjaga toko
melihat Jeb mendorong Sam ke tengah kobaran api, lalu kabur. Tidak ada yang
berani menolong Sam karena Jeb membawa senjata. Begitu aku tiba, Sam sudah
dibawa pergi. Ada
yang bilang ia luka parah, ada yang bilang ia mati. Kucoba mencari ke
mana-mana, tapi tak ada hasilnya. Lalu aku pindah ke Wilmingshire sini.”
O’Shea berhenti sejenak. “Ketika
kau bercerita tentang bukti-bukti bahwa ada penghuni gelap di pertanian ini,
aku sebenarnya mulai curiga, Bobby. Tapi sebelum aku sempat menyelidiki, sudah
ada kejadian ini…”
“Ayahmu dan Ted merawatku sampai
sembuh, lalu memindahkanku ke sini. Karena tubuhku rusak, aku memutuskan untuk
menghilang. Tiga belas tahun ini aku tinggal bersama Ted. Selama ini tidak ada
orang yang mengetahui keberadaanku, sampai kau datang, Bobby. Entah bagaimana,
kau tahu bahwa aku tinggal di sini,” kata Sam Dunkirk.
“Dia anak cerdas, Sam. Juga
pemberani sepertimu,” sahut O’Shea.
Paman Ted dan Bibi Evie tiba sore
itu juga. Mereka kesal karena surat
itu ternyata palsu, sekaligus khawatir akan keselamatan Bobby. Paman Ted sempat
terkejut karena tanpa diduga, rahasia Sam Dunkirk terungkap. Tapi ia lega
karena semua berakhir dengan baik. Ayah Bobby menyusul datang dua hari kemudian
setelah diberi kabar. Dengan penuh kelegaan dan kegembiraan, tiga bersaudara
itu berkumpul lagi.
Jeb Moore dan teman-temannya mendekam
cukup lama di penjara. O’Shea memastikan mereka tidak mendekati Wilmingshire
selama ia bertugas. Sam Dunkirk sudah tidak lagi menjadi hantu, tapi ia lebih
suka keluar pada malam hari karena kulitnya peka terhadap sinar matahari.
Lhoh tamat ?
BalasHapusIsa sakaw aq bu Danii .......
Wes kadung ketagihan ya apa hayok wakwakwakwak
tidaaaaaaakkk... #eh
Hapus:D :D :D
sabar mbak... sabar...
pengarange ancen ngunu iku kok...
sopo seh pengarang e ???
:D :D :D
terima kasih sudah mengikuti terus...
terima kasih atas dukungannya...
sabar yaaaa...
Mbak Nit... Nulis dewe ae... Ben ra kesuwen ngenteni...
HapusSip margusip Mbak Dani... Hantu emang bikin seru. Kapan2 bikin kek gini lagi ya...
mbak dyah...
Hapusinsyaallah mbak...
matur nuwun...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSerasa baca trio detektif lho bu, keren.
BalasHapuslebih keren trio detektif, mbak...
Hapus:D :D :D
terima kasih...
Komen pendek : Lho kok wes tamat ae???
BalasHapusKomen liyane : japri WA yo...
okay...
Hapusmatur nuwun disik ah...
peyuuuuukkkk...
matur nuwun, pak...
BalasHapuskok udah tamat....balik ke belakang klo gitu..
BalasHapusmonggo mbak...
Hapusmatur nuwun sudah mengikuti.
Hlo mba Daniiii grebekannya mana? Encorenya mana? Cerbung/cerpen berikutnya mana?
BalasHapusehehehehehehehehe...
Hapusga bisa bikin adegan grebegan, mbaaaaakkkk...
harus blajar lagiiiiii...
cerbung/cerpen selanjutnya menyusul yaaa...
matur nuwun sudah mengikuti terus...
Baru selesai baca mbak Dan, maaf kmrn2 blm sempet. Just ine question, kpn si bobby 17 thn ke atas dan falling for..... He he he...
Hapusmbak wid...
Hapussi bobby masih sekulah...
gak boleh pacaran dulu... #eh
:D :D :D
matur nuwun dah mampir yaaa...