Rabu, 20 Januari 2016

HANTU DI PERTANIAN DUNKIRK bagian 6

Sebelumnya di HANTU DI PERTANIAN DUNKIRK bagian 5




Suara keletak-keletuk kaki kuda menjawab doanya. Agak jauh di depan dilihatnya sesosok kuda. Bobby mendekat. Benar! Seekor kuda mondar-mandir gelisah di tengah jalan. Tampaknya ia ketakutan berada di tempat gelap sendirian.


Bobby memegangi tali kekangnya. Dielus-elusnya leher kuda itu sambil berbisik menenangkan. Setelah tenang, Bobby naik ke sadel, dan berpacu sekencang-kencangnya ke Persimpangan Wilmingshire.

Jendela pondok penjaga persimpangan jalan raya menyala terang, seperti mata kuning besar di tengah kegelapan malam. Beberapa ekor kuda tertambat di sampingnya. Tanpa mengetuk pintu, Bobby menerobos masuk.

“Tolong! O’Shea butuh bantuan di pertanian Dunkirk! Tolong!” ucapnya terpatah-patah sambil berusaha mengatur napas.

Beberapa orang laki-laki berseragam berdiri mengelilingi kompor. Aroma masakan semerbak dalam ruangan itu. Mereka serempak menoleh ke arah Bobby.

“O’Shea, katamu? Bicara yang benar, Nak,” kata salah satu di antara mereka.

“Sungguh, Sir. O’Shea benar-benar butuh bantuan di pertanian Dunkirk.”

Orang-orang berseragam itu saling berpandangan. “Memang sudah saatnya ada kabar dari O’Shea. Baik, ayo berangkat!”

Tanpa berkata apa-apa lagi orang-orang itu berangkat. Bobby beranjak mengikuti, tapi tangannya ditahan oleh pak tua penjaga persimpangan. “Tunggu saja di sini sampai fajar, Nak. Kalau kau ikut sekarang, kau hanya menghambat mereka.”

Walaupun enggan, Bobby menurut. Dengan gelisah ditunggunya matahari terbit.

Ketika langit semburat merah, Bobby siap berangkat lagi. Kuda O’Shea dipacunya lagi kembali ke pertanian.

Di gerbang ia berpapasan dengan Jeb Moore dan kawan-kawannya dengan tangan terikat, sedang dikawal pergi oleh petugas keamanan. Wajah mereka kusut dan marah. Jeb Moore sempat melirik sengit ke arah Bobby, tapi ia tak peduli. Bobby sudah tak sabar lagi, ingin tahu apa yang terjadi di rumah!

Halaman porak-poranda. Petak-petak bunga kesayangan Bibi Evie rusak terinjak-injak. Dinding berlubang bekas tembakan. Jendela kaca pecah berhamburan.

Bobby masuk. Di ruang tamu, O’Shea sedang dibebat kepalanya oleh Dokter. Ia tampak lelah dan kesakitan, tapi matanya berkilat-kilat penuh semangat. Di sisi lain, si Hantu duduk tertunduk sendirian. Kepalanya tertutup tudung jubah hitam. Dalam cahaya pertama pagi hari, ia tak tampak menyeramkan. Bagi Bobby, ia bahkan tampak sedikit menyedihkan.

O’Shea bangkit, mendekati laki-laki berjubah hitam itu. Tangannya terulur, mengajak bersalaman. “Terima kasih, Teman Lama. Sam Dunkirk, bukan?”

Yang diajak berbicara mendongak. “Bagaimana kau tahu?” bisiknya. Tak disambutnya uluran tangan O’Shea.

“Aku tak pernah melupakan suaramu, Sobat.”

Laki-laki berjubah itu bangkit. Mereka berpandangan sejenak, lalu berpelukan erat, seakan-akan mereka sudah kenal bertahun-tahun lamanya. Bobby sampai melongo keheranan.

Dari sudut matanya, O’Shea melihat Bobby. Dipanggilnya anak laki-laki itu. “Bobby, perkenalkan. Ini pamanmu yang satu lagi, namanya Sam Dunkirk.”

“Tapi… tapi… bukankah Paman Sam sudah meninggal…” kata Bobby terbata-bata.

“Meninggalkan dunia, Bobby. Aku tidak hidup seperti orang lain. Tapi aku belum mati,” jawab lelaki berjubah itu sambil membuka tudung kepalanya.

Bobby terkesiap. Wajah laki-laki di balik tudung itu buruk sekali. Seakan-akan ada orang yang menumpahkan sekuali penuh lilin cair di atas kepala laki-laki itu. Kulit wajahnya seperti meleleh begitu saja. Tidak ada alis atau bulu mata. Kepalanya licin, dengan petak-petak rambut di sana-sini. Tangan yang muncul dari balik jubah juga serupa dengan kulit wajahnya, berkerut-kerut aneh, seperti lilin yang mencair.

“Inilah sebabnya aku bersembunyi. Aku tak mau orang ketakutan melihatku.”

“Wajah yang buruk belum tentu hatinya buruk, Bobby,” timpal O’Shea mengingatkan. “Kau pantas bangga padanya. Dulu kami bertugas di Chicago. Tiga belas tahun lalu, ketika kota Chicago dilanda kebakaran besar, kami bertugas menyelamatkan penduduk dan mencegah penjarahan. Waktu itu pun Jeb Moore sudah menjadi penjahat kambuhan. Sam Dunkirk berusaha menangkapnya ketika ia menjarah sebuah toko di tengah kebakaran. Penjaga toko melihat Jeb mendorong Sam ke tengah kobaran api, lalu kabur. Tidak ada yang berani menolong Sam karena Jeb membawa senjata. Begitu aku tiba, Sam sudah dibawa pergi. Ada yang bilang ia luka parah, ada yang bilang ia mati. Kucoba mencari ke mana-mana, tapi tak ada hasilnya. Lalu aku pindah ke Wilmingshire sini.”

O’Shea berhenti sejenak. “Ketika kau bercerita tentang bukti-bukti bahwa ada penghuni gelap di pertanian ini, aku sebenarnya mulai curiga, Bobby. Tapi sebelum aku sempat menyelidiki, sudah ada kejadian ini…”

“Ayahmu dan Ted merawatku sampai sembuh, lalu memindahkanku ke sini. Karena tubuhku rusak, aku memutuskan untuk menghilang. Tiga belas tahun ini aku tinggal bersama Ted. Selama ini tidak ada orang yang mengetahui keberadaanku, sampai kau datang, Bobby. Entah bagaimana, kau tahu bahwa aku tinggal di sini,” kata Sam Dunkirk.

“Dia anak cerdas, Sam. Juga pemberani sepertimu,” sahut O’Shea.

Paman Ted dan Bibi Evie tiba sore itu juga. Mereka kesal karena surat itu ternyata palsu, sekaligus khawatir akan keselamatan Bobby. Paman Ted sempat terkejut karena tanpa diduga, rahasia Sam Dunkirk terungkap. Tapi ia lega karena semua berakhir dengan baik. Ayah Bobby menyusul datang dua hari kemudian setelah diberi kabar. Dengan penuh kelegaan dan kegembiraan, tiga bersaudara itu berkumpul lagi.

Jeb Moore dan teman-temannya mendekam cukup lama di penjara. O’Shea memastikan mereka tidak mendekati Wilmingshire selama ia bertugas. Sam Dunkirk sudah tidak lagi menjadi hantu, tapi ia lebih suka keluar pada malam hari karena kulitnya peka terhadap sinar matahari.

Bagaimana dengan Bobby? Ia kembali ke sekolah dengan segudang cerita. Ia senang punya paman baru, tapi sedikit menyesal karena tanah pertanian Paman Ted tidak seseru dulu lagi, ketika masih ada hantunya!




16 komentar:

  1. Lhoh tamat ?
    Isa sakaw aq bu Danii .......
    Wes kadung ketagihan ya apa hayok wakwakwakwak

    BalasHapus
    Balasan
    1. tidaaaaaaakkk... #eh

      :D :D :D

      sabar mbak... sabar...
      pengarange ancen ngunu iku kok...
      sopo seh pengarang e ???

      :D :D :D

      terima kasih sudah mengikuti terus...
      terima kasih atas dukungannya...
      sabar yaaaa...

      Hapus
    2. Mbak Nit... Nulis dewe ae... Ben ra kesuwen ngenteni...

      Sip margusip Mbak Dani... Hantu emang bikin seru. Kapan2 bikin kek gini lagi ya...

      Hapus
    3. mbak dyah...

      insyaallah mbak...
      matur nuwun...

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Serasa baca trio detektif lho bu, keren.

    BalasHapus
    Balasan
    1. lebih keren trio detektif, mbak...

      :D :D :D

      terima kasih...

      Hapus
  4. Komen pendek : Lho kok wes tamat ae???
    Komen liyane : japri WA yo...

    BalasHapus
  5. kok udah tamat....balik ke belakang klo gitu..

    BalasHapus
  6. Hlo mba Daniiii grebekannya mana? Encorenya mana? Cerbung/cerpen berikutnya mana?

    BalasHapus
    Balasan
    1. ehehehehehehehehe...

      ga bisa bikin adegan grebegan, mbaaaaakkkk...
      harus blajar lagiiiiii...

      cerbung/cerpen selanjutnya menyusul yaaa...

      matur nuwun sudah mengikuti terus...

      Hapus
    2. Baru selesai baca mbak Dan, maaf kmrn2 blm sempet. Just ine question, kpn si bobby 17 thn ke atas dan falling for..... He he he...

      Hapus
    3. mbak wid...

      si bobby masih sekulah...
      gak boleh pacaran dulu... #eh

      :D :D :D

      matur nuwun dah mampir yaaa...

      Hapus