Tom Gage menghela napas berat. Harus kuapakan si Bobby
Dunkirk? keluhnya dalam hati. Ia paham maksud Jeb Moore dengan “menyingkirkan”
Bobby Dunkirk, namun ia tak sampai hati. Ia tak mengenal Bobby Dunkirk, namun
ia sering melihat anak itu berbelanja untuk keperluan pertanian. Anak laki-laki
itu mengingatkannya pada adik kesayangannya. Kadang-kadang ia ingin mengajak
Bobby mengobrol, namun ia takut pada Jeb dan Billy.
Di sisi lain, ia juga tak bisa mengambil resiko Bobby Dunkirk
memergoki mereka. Ia tak ingin kembali ke penjara. Jeb Moore dan Billy Tomkins
juga tidak akan ragu-ragu mencabut nyawa orang lain bila sampai tepergok. Nyawa
anak kecil sekalipun.
Bobby Dunkirk harus dibungkam, setidaknya sampai urusan di
sini selesai, tapi tak perlu dibunuh. Pasti tidak sulit. Jeb dan Billy takkan
mau repot-repot mengecek ke kamar Bobby Dunkirk untuk melihat hasil kerjanya.
Bila mereka bertanya, tinggal jawab saja ‘sudah beres’. Habis perkara.
Bagaimana cara membungkam Bobby? Paling mudah ya dibuat
pingsan. Tom Gage tak berani mengambil resiko mengikat Bobby dan menyumpal
mulutnya. Tom tahu betul, ikatan di tangan dan mulut bisa dibuka dengan mudah. Ia sendiri ahli membuka simpul dan
ikatan. Jadi solusinya adalah pukulan di kepala, setelah itu baru diikat dan disumpal mulutnya.
Tom Gage memandang berkeliling ruang tengah. Kayu bakar di samping
perapian dan sehelai selendang yang tersampir di kursi menarik perhatiannya..
Kain selendang yang tebal terasa halus di sela-sela jemarinya. Mungkin bila
kayu bakar kubungkus dengan selendang ini, sakitnya tak begitu terasa dan tak
sampai melukai kepala, harapnya.
Sekali lagi Tom Gage memandang berkeliling. Tak ada
tanda-tanda kamar tidur lain selain kamar Ted dan Evie Dunkirk yang dimasuki
Jeb dan Billy beberapa saat lalu. Kamar Bobby Dunkirk pasti ada di lantai atas.
Setelah membungkus sebuah balok kayu bakar dengan selendang, Tom Gage
berjingkat-jingkat naik ke lantai atas. Suara derit tangga kayu membuatnya
mengernyit, tapi seisi rumah tetap senyap.
Hanya ada dua kamar di lantai atas. Kamar di puncak tangga
tampaknya ruang kerja Ted Dunkirk. Rak-rak berisi buku menutupi dinding. Sebuah
meja tulis dengan kertas-kertas berserakan di atasnya.
Kamar di sebelahnya pasti kamar Bobby Dunkirk.
Tom Gage masuk sambil mengendap-endap. Kamar itu dibanjiri
sinar bulan yang masuk lewat jendela. Wajah bulan yang purnama menggoda Tom untuk
berlama-lama memandanginya. Tapi tidak. Ada pekerjaan yang harus dilakukan. Dan
cepat.
Satu-satunya tempat tidur di kamar itu terletak di sudut yang
gelap. Dengan langkah ringan Tom Gage mendekat, lalu menghantamkan balok kayu
yang dibawanya ke gundukan di atas tempat tidur.
Sekali… Dua kali…
Paling tidak seharusnya ada suara mengaduh atau helaan napas,
namun kamar tetap sunyi.
Hati-hati Tom menyingkap selimut yang menutupi gundukan itu.
Tidak ada sosok manusia di bawah selimut. Hanya tumpukan bantal.
Ketakutan merayapi punggung Tom Gage. Bobby Dunkirk tidak ada
di sini. Ke mana perginya anak itu?
Uwaaaaa tetep penasaran !!!!
BalasHapusPalagi critae cumak dikit"
*stay tune
waduh mbak...
Hapuskalo nulis banyak-banyak ora sanggup aku, mbaaaaakkk...
dicicil ae yow...
daster aja bisa dicicil kok...
#penulistukangutang
:D :D :D
matur nuwun rawuhipun...
Kurang dowooo... Ndang lanjooot...
BalasHapus*oprak-oprak nganggo sapu*
hadeh iki maneh...
Hapusnulisnya dicicil...
dipada'no cicilan daster ae yo nyah...
tapi matur nuwun lho yaaaa...
peyuuuuukkkk...
Klu berceritanya sdh menarik, mbok sdh tau akhir ceritanya, reader nya akan tetap saja nempel kaya begini mba Dani :-)
BalasHapussebenernya aku juga gambling, mbak tiwi...
Hapusbisakah sidestory ini jadi menarik, karena endingnya toh udah ketauan ???
makanya aku tetap menunggu masukan dari pembaca.
apalah arti penulis tanpa pembacanya.
matur nuwun rawuhipun...
Nggak papa bu nulisnya nggak terlalu panjang, yang penting diterusin, hihihii :D
BalasHapus*sambil nungguin kapan FF-nya tayang lagi ;)
matur nuwun, mbak...
HapusFF-nya terpaksa ngalah dulu nih...
jangan kuatir...
segera menyusul deh...
terima kasih sekali lagi...