Mereka merunduk berdampingan di balik semak, O’Shea dan pria
berkerudung hitam itu, sambil mengawasi pintu dapur yang dibiarkan terbuka lebar
setelah Jeb Moore dan kawan-kawannya masuk.
Jantung O’Shea berdebar-debar penuh antisipasi. Nyeri di sisi
kepalanya nyaris terlupakan. Ia harus mencegah Jeb Moore dan kawan-kawan kabur
sebelum bantuan datang untuk menangkap mereka. Dirabanya sarung pistol di
sabuknya. Kosong. Sial. Pistolnya pasti jatuh, atau lebih buruk lagi, diambil
Jeb.
Ia melirik sosok misterius berjubah hitam di sampingnya.
Paling tidak, aku tidak sendiri, pikirnya. Laki-laki ini bisa membantuku. O’Shea
merasa pria itu bukan orang jahat. Ia menduga pria inilah yang pernah
diceritakan Bobby Dunkirk padanya. Pria yang dijuluki Hantu Pertanian Dunkirk.
Entahlah, Hantu ini terasa familiar bagi O’Shea.
“Tidak lama lagi mereka akan menyadari bahwa Bobby Dunkirk
tidak ada di rumah,” bisik O’Shea. “Mereka pasti menduga Bobby pergi mencari
bantuan.”
Ia menoleh ke arah Hantu. “Kita butuh rencana.”
“Ya, tapi tak banyak yang bisa kita lakukan. Kau terluka,”
sahut Hantu.
O’Shea melambaikan tangan tak sabar, mengabaikan kekhawatiran
Hantu. “Waktu kita sedikit. Kita harus mencegah Jeb Moore dan kawanannya kabur sebelum
bantuan datang. Senjata apa yang kaupunya? Pistolku hilang. Mungkin diambil Jeb
Moore tadi.”
Hantu menggeleng. “Senapan ada dalam lemari rahasia di ruang
depan. Tak mungkin kita mengambilnya tanpa diketahui Jeb Moore dan
kawan-kawan.”
O’Shea berpikir sejenak. “Antar aku ke gudang. Mungkin ada
peralatan yang bisa kita gunakan.”
Sambil mengendap-endap, Hantu mengantar O’Shea ke gudang
peralatan di sudut halaman. Sesampai di sana O’She mendengus kecewa. Alat-alat
pertanian yang tersusun rapi dalam gudang tak memuaskannya. Terlalu besar.
Terlalu berat. Terlalu ribut.
“Apa isi kaleng itu?” tanya O’Shea sambil menunjuk sebuah
kaleng di sudut rak.
“Hanya peluru tua.”
Sebuah gagasan muncul dalam benak O’Shea. Gagasan yang gila,
tapi bukan tidak mungkin. Gagasan yang timbul dari pengalaman masa kecilnya
dulu. “Aku butuh peluru-peluru tua itu. Senjatamu apa?”
Hantu menjangkau segulung tali dan sebilah sabit. “Ini saja
cukup,” jawabnya.
O’Shea tersenyum puas. “Baik. Ini rencanaku. Aku akan mengalihkan
perhatian Jeb Moore. Jeb Moore mengira aku sendirian, sehingga dia akan
meremehkanku. Dia akan ceroboh karena bernafsu membunuhku. Begitu perhatian Jeb
Moore teralih, kau bisa mengatasi anak buahnya satu persatu dari belakang.”
“Dengan apa kau akan memancing Jeb Moore?”
O’Shea menepuk-nepuk kaleng berkarat itu sambil nyengir lebar.
“Dengan peluru-peluru tua ini. Sekarang, ayo pergi dari sini.”
Whoaaa... Kayak nonton pilem seri beneran!
BalasHapusLanjooot, Jeng...
siyap...
Hapusmatur nuwun...
peyuuuukkkk...
bikin deg-deg an pemirsa...
BalasHapushehehehehehehehehe...
Hapussilakan mengikuti terus, mbak.
terima kasih...
Lhoh O'shea gapapa ta tiba'e ya ?
BalasHapusTa'kira lukae parah.
Lanjutane ditunggu bu Dani !
Seru !
gaaaaakkk...
Hapuso'shea gak popooooo...
tunggu terusannya ya mbak.
matur nuwun...
mau diapain itu peluru2nya....
BalasHapusadda ajah....
Hapushehehehehehehehehehehehe...
matur nuwun dah mampir.
Agak ketinggalan bacanya 'n makin penasaran :-)
BalasHapushahahahahaha...
Hapusproyek baru ni yeeeee...
matur nuwun, mbak.
walopun agak ketinggalan, tetap ditunggu rawuhnya kok.