SAMUDRA
“Siap, Mas?” tanya Mas Agung. Ia
tersenyum, menepuk pundakku sebelum aku dan Atikah masuk ke dalam mobil
pengantin menuju De
Wilhelmina.
“Nanti gimana ngaturnya Mas, Mama kan
sudah bilang tidak mau duduk di samping Papa?” tanyaku resah. Aku baru tiba dari Jakarta pagi tadi menjelang akad
nikah dan sama sekali tak punya bayangan bagaimana jadinya acara pernikahanku.
Panggilan mendadak ke kedutaan untuk mengurus visa membuatku tak bisa mengikuti
rangkaian prosesi adat dan gladi resik pernikahanku sendiri.
Mas Agung hanya tersenyum misterius.
Belum ada undangan
yang hadir, namun hall De Wilhelmina sudah
dihias dengan megah ketika kami tiba di sana. Mas Agung menata hall yang bergaya vintage itu dengan ornamen tradisional Jawa lengkap dengan
ukir-ukiran indah sehingga rasanya seperti memasuki rumah seorang bangsawan jaman dahulu.
Dengan percaya diri Mas
Agung mulai mengatur kami.
“Wanita duduk di
sebelah wanita, pria duduk di sebelah pria. Silakan Bu Ratri dan Bu Ruslan
duduk di samping Mbak Atikah. Pak Dewa dan Pak Ruslan duduk di samping Mas
Samudra,” perintahnya. “Ini pernikahan istimewa, jadi duduknya juga istimewa,”
candanya.
Aku menghela napas
lega, tak sadar selama itu aku begitu tegang. Jadi begini rupanya. Sesuai
keinginannya, Mama tidak duduk berdampingan dengan Papa.
Atikah menggenggam tanganku. “Bagus kan
ngaturnya?” bisiknya bangga. Ia tersenyum ketika aku melirik padanya.
“Ini idemu?” tanyaku tak percaya.
Ia mengangguk. “Daripada pusing berantem
melulu...”
Kuremas tangannya. Betapa beruntungnya
aku menikahi perempuan secerdik ini. “Terima kasih, Dik. I love you...”
“I
love you too,” jawabnya.
Aku menoleh ke kiri. Mama sedang
menatapku dari samping Bu Ruslan sambil tersenyum haru. Kubalas senyumnya, lalu
kutoleh Papa di sisi Pak Ruslan. Ia mengacungkan jempol sambil tersenyum lebar.
Aku membalas dengan mengacungkan jempol juga.
Kulayangkan pandangan ke arah tamu yang mulai
memadati hall. Beberapa tamu mengernyit melihat pengaturan tempat
duduk kami, tapi aku tak peduli. Ini pestaku.
Pernikahanku. Persetan orang mau
bilang apa.
Kulihat Om Cahyo dalam balutan beskap
hitam, seperti anggota panitia yang lain. Sosoknya yang tinggi besar terlihat
mengesankan seperti bangsawan Jawa kuno. Ia tersenyum melihatku memandanginya.
Seperti biasa, kehadirannya selalu menenangkan,
membuatku
merasa semua akan baik-baik saja. Aku balas tersenyum. Ya, semua akan baik-baik saja.
Kulihat juga Tante Witri beserta
suaminya, tersenyum padaku dalam rombongan tamu berbaju warna putih. Aku
mengenali beberapa di antara mereka lewat foto-foto lama. Mereka keluarga besar
Papa. Rupanya mereka sepakat menggunakan warna itu supaya berbeda dengan keluarga yang lain dan aku bisa mengenali mereka.
Keluargaku. Papa. Mama. Semua ada di
sini untukku. Aku bagian dari mereka. Leherku tercekat haru.
Semua ini. Saat ini.
Sempurna.
SELESAI
good post mbak
BalasHapusmatur nuwun, mas...
Hapusmatur nuwun juga sudah mampir.
Akhirnya pernikahan idaman terwujud :-)
BalasHapusikutan legaaaa... :D :D :D
Hapusterima kasih mampirnya, mbak...
Mbak...ini kok seperti ada yang terpotong to? Lha Cahyo sama Ratri gimana? Apa pembaca disuruh nebak sendiri opo aku sing ra mudheng ya? Hihi...
BalasHapusYa wis lah...yang penting kawinannya jadi dan nggak pakai ribut...
lha kan yg menikah samudra, mbak...
Hapusjadi emaknya nggak diceritain gimana terusannya... :D :D :D
terima kasih sudah mengikuti dari awal...
Solusi yg sederhana tp sangat jitu!
BalasHapusSalut utk yg nulis!
Karya berikutnya aku tunggu mba Dani :-)
Oya terimakasih banyak supportnya ;-)
Salam dr kami sekeluarga
terima kasih, mbak...
Hapuscerita ini membuat saya bercermin, supaya kelak nggak ketiban masalah seperti ratri.
matur nuwun untuk supportnya juga...
*gelar tenda*
BalasHapus*nunggu judul berikutnya*
*sekalian nongkrongin email*
*barangkali dapet bocorannya*
hahahahahahahahaha...
Hapusaku juga nunggu tulisanmu, jeeeeennnggg...
ayo ndang diselesaikan masterpiece-nyaaaaa...
matur nuwunnn... peyuuuuukkkkk...
Waw ..... Suka bingits endingnya bu !
BalasHapusSelamat Tahun Baru 2016 bu .....
Penisirin sm cerbungnya bu Dani yg berikutnya eheheheh
selamat taun baru 2016 juga, mbak nita...
Hapussemoga baby quin dan adek baby-nya (belom tau panggilannya hehehehehe...) jadi anak2 yg baik dan membanggakan.
terima kasih dah ngikuti cerbungku.
cerbung selanjutnya segera menyusul...