Senin, 28 Desember 2015

PERNIKAHAN SAMUDRA bagian 11

Sebelumnya di PERNIKAHAN SAMUDRA bagian 10



SAMUDRA
           
“Siap, Mas?” tanya Mas Agung. Ia tersenyum, menepuk pundakku sebelum aku dan Atikah masuk ke dalam mobil pengantin menuju De Wilhelmina.


“Nanti gimana ngaturnya Mas, Mama kan sudah bilang tidak mau duduk di samping Papa?” tanyaku resah. Aku baru tiba dari Jakarta pagi tadi menjelang akad nikah dan sama sekali tak punya bayangan bagaimana jadinya acara pernikahanku. Panggilan mendadak ke kedutaan untuk mengurus visa membuatku tak bisa mengikuti rangkaian prosesi adat dan gladi resik pernikahanku sendiri.

Mas Agung hanya tersenyum misterius.

Belum ada undangan yang hadir, namun hall De Wilhelmina sudah dihias dengan megah ketika kami tiba di sana. Mas Agung menata hall yang bergaya vintage itu dengan ornamen tradisional Jawa lengkap dengan ukir-ukiran indah sehingga rasanya seperti memasuki rumah  seorang bangsawan jaman dahulu.

Dengan percaya diri Mas Agung mulai mengatur kami.

“Wanita duduk di sebelah wanita, pria duduk di sebelah pria. Silakan Bu Ratri dan Bu Ruslan duduk di samping Mbak Atikah. Pak Dewa dan Pak Ruslan duduk di samping Mas Samudra,” perintahnya. “Ini pernikahan istimewa, jadi duduknya juga istimewa,” candanya.

Aku menghela napas lega, tak sadar selama itu aku begitu tegang. Jadi begini rupanya. Sesuai keinginannya, Mama tidak duduk berdampingan dengan Papa.

Atikah menggenggam tanganku. “Bagus kan ngaturnya?” bisiknya bangga. Ia tersenyum ketika aku melirik padanya.

“Ini idemu?” tanyaku tak percaya.

Ia mengangguk. “Daripada pusing berantem melulu...”

Kuremas tangannya. Betapa beruntungnya aku menikahi perempuan secerdik ini. “Terima kasih, Dik. I love you...”

I love you too,” jawabnya.

Aku menoleh ke kiri. Mama sedang menatapku dari samping Bu Ruslan sambil tersenyum haru. Kubalas senyumnya, lalu kutoleh Papa di sisi Pak Ruslan. Ia mengacungkan jempol sambil tersenyum lebar. Aku membalas dengan mengacungkan jempol juga.

Kulayangkan pandangan ke arah tamu yang mulai memadati hall. Beberapa tamu mengernyit melihat pengaturan tempat duduk kami, tapi aku tak peduli. Ini pestaku. Pernikahanku. Persetan orang mau bilang apa.

Kulihat Om Cahyo dalam balutan beskap hitam, seperti anggota panitia yang lain. Sosoknya yang tinggi besar terlihat mengesankan seperti bangsawan Jawa kuno. Ia tersenyum melihatku memandanginya. Seperti biasa, kehadirannya selalu menenangkan, membuatku merasa semua akan baik-baik saja. Aku balas tersenyum. Ya, semua akan baik-baik saja.

Kulihat juga Tante Witri beserta suaminya, tersenyum padaku dalam rombongan tamu berbaju warna putih. Aku mengenali beberapa di antara mereka lewat foto-foto lama. Mereka keluarga besar Papa. Rupanya mereka sepakat menggunakan warna itu supaya berbeda dengan keluarga yang lain dan aku bisa mengenali mereka.

Keluargaku. Papa. Mama. Semua ada di sini untukku. Aku bagian dari mereka. Leherku tercekat haru.

Semua ini. Saat ini.

Sempurna.

 SELESAI




12 komentar:

  1. Akhirnya pernikahan idaman terwujud :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. ikutan legaaaa... :D :D :D

      terima kasih mampirnya, mbak...

      Hapus
  2. Mbak...ini kok seperti ada yang terpotong to? Lha Cahyo sama Ratri gimana? Apa pembaca disuruh nebak sendiri opo aku sing ra mudheng ya? Hihi...

    Ya wis lah...yang penting kawinannya jadi dan nggak pakai ribut...

    BalasHapus
    Balasan
    1. lha kan yg menikah samudra, mbak...
      jadi emaknya nggak diceritain gimana terusannya... :D :D :D

      terima kasih sudah mengikuti dari awal...

      Hapus
  3. Solusi yg sederhana tp sangat jitu!
    Salut utk yg nulis!
    Karya berikutnya aku tunggu mba Dani :-)
    Oya terimakasih banyak supportnya ;-)
    Salam dr kami sekeluarga

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih, mbak...
      cerita ini membuat saya bercermin, supaya kelak nggak ketiban masalah seperti ratri.

      matur nuwun untuk supportnya juga...

      Hapus
  4. *gelar tenda*
    *nunggu judul berikutnya*
    *sekalian nongkrongin email*
    *barangkali dapet bocorannya*

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahahahahahahaha...

      aku juga nunggu tulisanmu, jeeeeennnggg...
      ayo ndang diselesaikan masterpiece-nyaaaaa...

      matur nuwunnn... peyuuuuukkkkk...

      Hapus
  5. Waw ..... Suka bingits endingnya bu !
    Selamat Tahun Baru 2016 bu .....
    Penisirin sm cerbungnya bu Dani yg berikutnya eheheheh

    BalasHapus
    Balasan
    1. selamat taun baru 2016 juga, mbak nita...
      semoga baby quin dan adek baby-nya (belom tau panggilannya hehehehehe...) jadi anak2 yg baik dan membanggakan.

      terima kasih dah ngikuti cerbungku.
      cerbung selanjutnya segera menyusul...

      Hapus