“Kau memang bodoh,” kata Felix sambil menggaruk-garuk telinganya yang tidak gatal. Mereka berbaring bersebelahan dalam sebuah gudang terbengkalai.
Kobalt tak segera menjawab. Dirabanya perutnya, tempat besi
tajam semalam menembus tubuhnya. Lukanya sudah nyaris menutup sempurna. “Salah
melulu,” gerutunya. “Lalu yang benar seperti apa?”
“Nanti malam kutunjukkan padamu cara melindungi Manusia,”
jawab Felix. “Tapi jangan mengacau.”
Bulan sudah tinggi ketika Felix membawa Kobalt ke sebuah rumah di pinggiran kota. Dalam kegelapan, Kobalt menangkap kilatan-kilatan mata kucing di segala sudut halaman. Kobalt merasa bulu kuduknya meremang.
“Tempat apa ini?” bisiknya.
“Master Fufu berhutang budi pada pemilik rumah ini. Beberapa waktu lalu kami melihat beberapa Manusia mengintai rumah ini. Tampaknya mereka berniat jahat. Sejak itu kami berjaga di sini tiap malam.”
Bulan sudah tinggi ketika Felix membawa Kobalt ke sebuah rumah di pinggiran kota. Dalam kegelapan, Kobalt menangkap kilatan-kilatan mata kucing di segala sudut halaman. Kobalt merasa bulu kuduknya meremang.
“Tempat apa ini?” bisiknya.
“Master Fufu berhutang budi pada pemilik rumah ini. Beberapa waktu lalu kami melihat beberapa Manusia mengintai rumah ini. Tampaknya mereka berniat jahat. Sejak itu kami berjaga di sini tiap malam.”
“Hanya begitu saja?” tanya Kobalt kecewa.
“Tentu tidak,” sergah Felix. “Bila Manusia mencurigakan itu muncul, kami mengeong beramai-ramai, memperingatkan pemilik rumah. Beberapa di antara kami bertugas mengganggu para pengintai itu sampai mereka pergi.”
“Tentu tidak,” sergah Felix. “Bila Manusia mencurigakan itu muncul, kami mengeong beramai-ramai, memperingatkan pemilik rumah. Beberapa di antara kami bertugas mengganggu para pengintai itu sampai mereka pergi.”
Kobalt tak bertanya lagi. ia duduk di samping Felix. Sebentar
saja Kobalt mengenali kucing-kucing di situ. Ada Master Fufu dan beberapa
kucing lain. Ada yang pernah dilihatnya bersama Kelompok Pelindung, beberapa
masih asing baginya.
Waktu berjalan lambat. Tak ada Manusia yang muncul.
Sebuah mobil melintas. Pengemudinya melemparkan sebungkus
makanan ke luar jendela. Bungkusan itu pecah berhamburan menghantam aspal. Bau
makanan yang sedap menguar ke mana-mana.
Beberapa kucing mendekat, terdorong rasa lapar dan
penasaran. Kobalt sudah siap bergabung ketika angin membawa bau pahit-manis.
Seketika inderanya waspada.
“Berhenti! Jangan dimakan!” serunya sambil berlari
menghampiri. Ditendangnya makanan itu menjauh, lalu disantapnya hingga tandas.
Kucing-kucing yang berkerumun memandanginya dengan sebal.
“Kaubilang jangan dimakan, tapi kauhabiskan
sendiri? Dasar serakah!” gerutu salah satu di antara mereka.
Kobalt nyaris tak mendengar gerutuan itu. Perutnya melilit
hebat, campuran mematikan rasa perih dan mual yang membuatnya hanya bisa
mendesiskan satu kata,”… racun…”
Lalu gelap.
Good post
BalasHapus