“Ah, Hugo. Sudah
kuduga kau muncul,” dengkur Master Fufu dari tenggerannya di atas dahan pohon.
Anjing besar
bertelinga runcing itu memamerkan taringnya. “Fufu. Lama tak bertemu.”
“Apa
urusanmu di sini, Hugo? Kukira kau sudah pensiun.”
“Majikanmu mengganggu majikanku. Tugasku menyingkirkan gangguan itu.”
“Majikanmu mengganggu majikanku. Tugasku menyingkirkan gangguan itu.”
“Masih
menghamba pada Manusia, rupanya?” kekeh Master Fufu.
Hugo
menggeram. “Sahabat, bukan hamba.”
Tawa Master
Fufu makin keras. “Apa bedanya?”
Kobalt sedang
menguping pembicaraan itu ketika telinganya menangkap suara-suara dari dalam
rumah. Rupanya kehadiran para penyusup itu sudah diketahui, dan pemilik rumah
juga sedang bersiap-siap. Didengarnya seorang Manusia berkata dengan panik,
“Bangunkan Matt. Kita harus segera pergi dari sini.”
Kemudian
sebuah suara yang akrab di telinganya menjawab dengan sedikit gemetar. “Aku
sudah siap.”
Matt! Itu
suara Matt! Matt-nya!
Dengan
tergesa Kobalt bangkit. Matt ada di sini! Tiba-tiba sebuah cakar besar
mencengkeram tengkuknya. “Tenang, Nak. Tempatmu di sini bersamaku.”
Kobalt
meronta, berusaha lepas dari cengkeraman Figaro, tapi kucing besar itu lebih
kuat. “Matt ada di sini! Aku harus mencarinya!”
“Kita
menunggu perintah Fufu. Dia pemimpin kita dan kau harus patuh. Urusan lain bisa
menunggu.”
Dengan berat
hati Kobalt kembali merunduk.
Di seberang
halaman, situasi makin tegang. Hugo sudah berkali-kali memamerkan taringnya
sambil berusaha melepaskan diri dari kekang.
Ledekan-ledekan Master Fufu membuatnya berang. Di belakangnya, Anjing-Anjing lain gelisah,
tak sabar beraksi.
Tiba-tiba
saja Manusia yang memegang kekang Hugo melepaskan talinya, diikuti lepasnya
Anjing-Anjing lain. Hugo melesat maju, mengincar Master Fufu. Sambil mengeong
keras Master Fufu melompat ke punggung Hugo. Itu isyarat yang ditunggu
kucing-kucing lain. Segera saja mereka melesat dari segala penjuru halaman.
Anjing dan Kucing saling mengincar anggota tubuh yang bisa digigit atau
dicakar.
“Ini yang
kutunggu sedari tadi,” geram Figaro. Dengan lincah ia melenting keluar dari
gerumbul ilalang dengan cakar terangkat, siap mencabik wajah seekor Anjing yang
sudah menunggunya dengan mata liar dan liur menetes.
Perkelahian
dimulai.
Good post mbak
BalasHapusGood post mbak
BalasHapus